Sumber Gambar : Humas WALHI |
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) yang diajukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Alasannya, dalil yang diajukan oleh PT GKP tidak relevan dengan ketentuan Pasal 23 Ayat 2 dan Pasal 35 huruf K UU PWP3K.
Tim Advokasi Penyelamatan Pulau-pulau Kecil (TAPaK) mengapresiasi keputusan MK ini sebagai landasan bagi Pemerintah Indonesia untuk menghentikan aktivitas pertambangan di seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia. Saat ini, terdapat 218 izin usaha pertambangan dengan luas konsesi lebih dari 274.000 hektar di 34 pulau kecil di Indonesia. Salah satu contohnya adalah Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara, tempat PT GKP melakukan operasi tambang nikel.
Menurut kuasa hukum dari TAPaK, Fikerman Saragih, putusan MK hari ini menunjukkan semangat perjuangan lingkungan khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar kelestarian ekologisnya tetap terjaga. Hal ini sejalan dengan semangat MK yang tercatat dalam Putusan MK Nomor 3 Tahun 2010 yang memberikan 4 hak konstitusional kepada masyarakat pesisir dan pulau kecil.
Muhammad Jamil, advokat dari TAPaK, menambahkan bahwa putusan MK dalam perkara ini didasarkan pada nilai-nilai perlindungan dan penyelamatan seluruh kehidupan di wilayah pesisir dan pulau kecil. Ini menegaskan bahwa pulau-pulau kecil bukanlah tempat untuk aktivitas pertambangan.
Namun, PT GKP terus mengajukan gugatan uji materiil, meminta frasa "apabila" dalam pasal 23 dan 35 UU PWP3K agar ditafsirkan tidak bertentangan dengan pertambangan di pulau kecil. Namun, undang-undang No. 27 Tahun 2007, yang telah diganti menjadi UU No 1 Tahun 2014, telah menegaskan larangan aktivitas pertambangan di pulau kecil.
Menurut kuasa hukum TAPaK, Arko Tarigan, gugatan PT GKP tidak memiliki relevansi dan tidak berlandaskan hukum. Alih-alih menunjukkan PT GKP sebagai pihak yang merasa hak asasinya diambil, hal ini justru menunjukkan mereka sebagai pihak yang melakukan diskriminasi terhadap warga Pulau Wawonii dengan merenggut hak atas air dan hak atas hidupnya.
Apabila gugatan dari PT GKP dikabulkan oleh MK, maka bencana ekologis maupun konflik sosial akan semakin meluas dan mengancam seluruh ekosistem wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil di Indonesia. Oleh karena itu, perlu pengawalan kolektif untuk memastikan implementasi putusan MK.
Sebagai tambahan, warga Pulau Wawonii juga mengekspresikan keprihatinan mereka terhadap aktivitas pertambangan yang kembali berlanjut setelah PT GKP memenangkan banding atas IPPKH. Aktivitas pertambangan tersebut tidak hanya mencemari sumber air, tetapi juga mengancam kehidupan sosial dan ekosistem pulau kecil tersebut.
Dalam konteks ini, TAPaK mendesak pemerintah untuk mengevaluasi dan menghentikan seluruh pertambangan di pulau-pulau kecil di Indonesia. Jika tidak, seluruh masyarakat di pesisir dan pulau kecil harus bersatu untuk menghentikan dan mengeluarkan tambang dari ruang hidup mereka.
0 Comments